Total Pageviews

Wednesday, January 18, 2017

Koagulasi dan Flokulasi



KOAGULASI DAN FLOKULASI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui dosis optimum koagulan tawas terhadap kualitas air limbah tahu.

II. DASAR TEORI
2.1 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan bersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. Sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan proses pengikatan partikel koloid. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah aluminium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.

Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan pengelompokan / aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat atau slow mixing), proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan. Agar partikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik antara partikelnya harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi.

Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid. Koloid merupakan partikel-partikel berdiameter sekitar 1 nm (10-7 cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). Partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa. (Thahir dan Arifin, 2014)

2.2 Tawas
Tawas atau aluminium sulfat (Al2(SO4)3.16H2O) yang diperoleh dari hasil reaksi Al(OH)3 dengan H2SO4. Tawas merupakan senyawa dari aluminium yang banyak digunakan untuk menjernihkan air pada pengolahan air minum. Pada proses pemurnian / penjernihan air, tawas berfungsi sebagai koagulan yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandungnya, kemudian terpisah menjadi endapan. Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya Al(SO4)3 dapat digunakan sebagai flokulan.
Sifat fisika tawas:
a. Rumus kimia : Al2(SO4)3
b. Berat molekul : 342,14
c. Berat jenis : 1,61 gr/ml
d. Titik didih : 260 °C
Sifat kimia tawas:
a. Al2(SO4)3 bersifat asam
b. Al2(SO4)3 dapat mengendap dalam suasana basa pada penambahan NH4OH
c. Al2(SO4)3 + NH4OH → (NH4)2SO4 + Al(OH)3
d. Al2(SO4)3 dapat larut dalam air (SNI, 1999)

2.3 Metode Jar Test
Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum  dari koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimalkan proses-proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan. Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter proses seperti:
a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu
b. pH
c. Metode pembubuhan bahan kimia
d. Kecepatan larutan kimia
e. Waktu penjernihan

Untuk jar test, penetapan standarisasi dan prosedur tetap merupakan syarat untuk mendapat hasil-hasil yang benar. Terpisah dari parameter-parameter proses yang disebutkan diatas, variabel-variabel berikut juga harus dimonitor dan dikontrol yaitu;
a. Temperatur air didalam gelas beaker Jar Test
b. Warna dan kekeruhan air baku yang telah diolah atau air olahan
c. Metode pengeluaran contoh air (sampel air)
d. Peralatan percobaan laboratorium dan prosedur analisis laboratorium (Rifa'i. J, 2007)

2.4 Baku Mutu Kualitas Air Limbah Tahu
Industri tahu merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan kecil. Tahu merupakan makanan yang digemari banyak orang. Akibat dari banyaknya industri tahu, maka limbah hasil proses pengolahan banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu mempunyai kadar BOD sekitar 5.000 - 10.000 mg/l, COD sekitar 7.000 - 10.000 mg/l, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti disebut diatas, air limbah industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Berikut karakteristik awal limbah cair industri tahu:

No
Parameter
Satuan
Baku Mutu*
1
BOD
mg/l
150
2
COD
300
3
TSS
400
4
pH

6-9

Keterangan: *KepMenLH No 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri

III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
3.1.1 Bulp 1 buah
3.1.2 Beaker glass 100 ml 1 buah
3.1.3 Beaker glass 500 ml 6 buah
3.1.4 Magnetic stirrer 2 buah
3.1.5 pH meter 1 buah
3.1.6 Pipet volume 10 ml 1 buah
3.1.7 Spatula 1 buah
3.1.8 Stirrer 1 buah
3.1.9 Konduktimeter 1 buah
3.1.10 Penggaris 1 buah

3.2 Bahan
3.2.1 Air limbah tahu 5L
3.2.2 Tawas 20 ml

IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Disiapkan enam buah gelas beker 500 ml lalu diisi masing-masing dengan air limbah tahu sebanyak 500 ml.
4.2 Diletakkan beker 1 sebagai pembanding diatas stirrer lalu dimasukkan magnetic stirrer kedalam beker tersebut.
4.3 Dilakukan pengadukan cepat (flash mixing) dengan kecepatan sebesar 600 rpm selama 1 menit.
4.4 Diamati dan dicatat saat flok pertama kali terbentuk.
4.5 Dilanjutkan pengadukan lambat (slow mixing) dengan kecepatan diturunkan menjadi 80 rpm selama 15 menit.
4.6 Dilakukan pengamatan kecepatan pengendapan serta dicatat waktu total flok mengendap.
4.7 Diberi tambahan koagulan berupa tawas untuk beker 2 sampai beker 6 masing-masing 2 ml, 3ml, 4ml, 5 ml dan 6 ml dengan prosedur yang sama dengan beker 1.
4.8 Diperiksa pH, suhu, TDS dan konduktivitas masing-masing beker menggunakan alat pH meter dan konduktimeter.
4.9 Dihitung konsentrasi tawas yang digunakan, ukuran flok dan laju pengendapan dari masing-masing beker serta diamati warnanya.

V. DATA PENGAMATAN
5.1 DATA PENGAMATAN PRAKTIKUM ANALISIS LIMBAH
JOB : KOAGULASI DAN FLOKULASI
Sampel : Air tahu
Lokasi : Jln. Tanah Periuk Gang Bersama
Volume Sampel : 5 Liter
Warna : Putih kekuningan
T : 29,5 °C
pH : 3,66

No
PARAMETER
BEAKER
1
2
3
4
5
6
1
Chemical (mg/l)
0
40
60
80
100
120
Tawas (ppm)
2
Kecepatan flash mix (rpm)
600
3
Waktu flash mix (menit)
1
4
Kecepatan slow mix (rpm)
80
5
Waktu slow mix (menit)
15
6
Temperatur (°C)
29,5
7
Waktu terbentuk flok pertama kali (menit)
16,028
9,85
6,85
3,01
2,48
0,43
8
Waktu total flok mengendap (menit)
18,028
39,03
28,73
26,43
24,30
22,07
9
Ukuran flok (cc)
3,50
23,55
25,905
31,40
33,755
36,11
10
Laju pengendapan (cc/menit)
-
0,603
0,9016
1,188
1,389
1,636
11
Konduktivitas (mS)
1,372
12
Warna
Putih kekuningan
13
pH
3,66
14
TDS sebelum
1372
15
TDS sesudah
1388
1396
1402
1405
1407
1418
16
Konduktivitas sesudah
1,388
1,396
1,402
1,405
1,407
1,418
17
pH sesudah
3,67
3,60
3,57
3,57
3,56
3,55
18
T sesudah (°C)
29
29,2
29,1
29,1
28,8
28,9


5.2 Perhitungan
5.2.1 Beaker 2
a. Al2(SO4)3 = 10 gr/L
C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 2 ml = C2 x 500 ml
C2 = 20 gr / 500 L = 0,04 gr/L
                                = 40 mg/L = 40 ppm

b. Ukuran flok
h = 0,3 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
    = 1/4 x 3,14 x (10)2 cm x 0,3 cm
    = 23,55 cm3

c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
                                  = 23,55 cm3 / 39,03 menit
                                  = 0,603 cc/menit

5.2.2 Beaker 3
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 3 ml = C2 x 500 ml
C2 = 30 gr / 500 L = 0,06 gr/L
                                = 60 mg/L = 60 ppm

b. Ukuran flok
h = 0,33 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
    = 1/4 x 3,14 x (10)2 cm x 0,33 cm
    = 25,905 cm3

c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
                                  = 25,905 cm3 / 28,73 menit
                                  = 0,9016 cc/menit

5.2.3 Beaker 4
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 4 ml = C2 x 500 ml
C2 = 40 gr / 500 L = 0,08 gr/L
                                = 80 mg/L = 80 ppm

b. Ukuran flok
h = 0,40 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
    = 1/4 x 3,14 x (10)2 cm x 0,40 cm
    = 31,40 cm3

c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
                                  = 31,40 cm3 / 26,43 menit
                                  = 1,188 cc/menit

5.2.4 Beaker 5
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 5 ml = C2 x 500 ml
C2 = 50 gr / 500 L = 0,1 gr/L
                                = 100 mg/L = 100 ppm

b. Ukuran flok
h = 0,43 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
    = 1/4 x 3,14 x (10)2 cm x 0,43 cm
    = 33,755 cm3

c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
                                  = 33,755 cm3 / 24,30 menit
                                  = 1,389 cc/menit

5.2.5 Beaker 6
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 6 ml = C2 x 500 ml
C2 = 60 gr / 500 L = 0,12 gr/L
                                = 120 mg/L = 120 ppm

b. Ukuran flok
h = 0,46 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
    = 1/4 x 3,14 x (10)2 cm x 0,46 cm
    = 36,11 cm3

c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
                                  = 36,11 cm3 / 22,07 menit
                                  = 1,636 cc/menit

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan “Koagulasi dan Flokulasi” dengan sampel air limbah tahu. Koagulan yang ditambah berupa tawas dengan variasi konsentrasi masing-masing 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml dan 6 ml untuk beaker 2, 3, 4, 5 dan 6. Beaker 1 tidak diberi tambahan tawas karena digunakan sebagai pembanding. Masing-masing beker dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan 600 rpm selama 1 menit kemudian dilanjutkan pengadukan lambat dengan kecepatan 80 rpm selama 15 menit.
Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Tujuan pengadukan lambat adalah untuk menggabungkan partikel koloid menjadi flok berukuran besar yang mudah diendapkan. Setelah proses pengadukan cepat selesai, diamati dan dicatat saat flok pertama kali terbentuk. Saat proses pengadukan lambat selesai, diamati kecepatan pengendapan dan dicatat waktu total flok yang mengendap. Flok yang telah mengendap diukur ketinggiannya dengan penggaris. Kemudian diperiksa ph, suhu, TDS dan konduktivitas dari masing-masing beaker dengan alat pH meter dan konduktimeter.
Konsentrasi pH merupakan salah satu parameter penting dari kualitas air limbah. Air limbah dengan pH yang rendah atau tinggi akan sukar diolah secara biologis. Dan apabila keadaan tersebut tidak berubah maka dapat mengganggu ekosistem dalam lingkungan. pH untuk masing-masing beker memiliki nilai yang berbeda-beda. pH yang didapat cenderung asam dikarenakan pengaruh tawas. Tawas apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan senyawa H2SO4 yang menurunkan pH air.
Suhu untuk masing-masing beker mengalami penurunan. Turunnya suhu akan menimbulkan akibat menaiknya jumlah oksigen terlarut dalam air, mengurangi kecepatan reaksi kimia sehingga tidak mengganggu kehidupan ikan dan biota air lainnya.
Nilai TDS mengalami kenaikan untuk masing-masing perlakuan. TDS merupakan parameter fisik kualitas baku dan merupakan ukuran zat terlarut yang terdapat pada sebuah larutan. Kandungan TDS dapat bertambah buruk pada lingkungan, terutama dapat menghambat respon air dalam tanah dengan cara menutupi pori-pori.
Nilai konduktivitas juga mengalami kenaikan untuk masing-masing perlakuan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi didalam suatu larutan, maka nilai konduktivitasnya akan meningkat pula. Diantara ke-6 sampel diatas, yang memiliki dosis koagulan yang paling optimal adalah beaker 4 dengan laju pengendapan 1,188 cc/menit.

VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dosis optimum koagulan tawas terhadap kualitas air limbah tahu adalah 80 ppm.

VIII. DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, 1995. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. Jakarta : KEP-51/MENLH/10:1995.

Rifai, J. 2007. Pemeriksaan Kualitas Air Bersih Dengan Koagulan Alum dan PAC di IPA Jurug PDAM Kota Surabaya. Connecting Repositories.Hal 5-57.

Standar Nasional Indonesia. 1999. Aluminium Sulfat Cair. SNI 06-4367-1999.

Thahir, R dan Arifin Z. 2014. Modul Ajar Praktikum Analisis Limbah. Samarinda : Politeknik Negeri Samarinda.

No comments: