Total Pageviews

Thursday, April 9, 2015

Diagram Terner



KELARUTAN ZAT (DIAGRAM TERNER)
A. TUJUAN
1. Menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu zat pelarut;
2. Menggambarkan fase diagram tiga komponen;
3. Menerapkan dalam menentukan komposisi kadar minyak pengering dalam zat.
B. DASAR TEORI
Sistem tiga komponen aturan fase menghasilkan v = 5 - P. Bila terdapat suatu fase, maka v = 4, oleh karenanya penggambaran secara geometrik yang lengkap memerlukan ruang berdimensi empat. Bila tekanan tetap, maka v = 3 - P dan sistem dapat digambarkan dalam ruang tiga dimensi: P = 1 V = 2. Bivarian, P = 2, V = 1. Univarian; P = 3 V = 0, invariant.
Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua perubahan komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3, jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis X2 + X3 = 1. Karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya menggambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik didalam segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga.
Zat cair yang hanya sebagian larut dalam zat cair lainnya, dapat dinaikkan kelarutannya dengan menambahkan suatu zat cair yang berlainan dengan kedua zat cair yang lebih dahulu dicampurkan. Bila zat cair yang ketiga ini hanya larut dalam salah satu zat cair yang terdahulu, maka biasanya kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu itu akan menjadi lebih kecil. Tetapi bila zat cair yang ketiga larut dalam salah satu zat cair yang terdahulu, maka kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu akan menjadi lebih besar. Gejala ini dapat terlihat pada sistem kloroform-asam asetat-air. Bila asam asetat ditambahkan kedalam suatu campuran heterogen dari kloroform dan air pada suhu tertentu, kelarutan dari kloroform dalam air itu akan bertambah, sehingga pada suatu ketika akan menjadi homogen. Jumlah asam asetat yang ditambahkan untuk mencapai titik homogen (pada suhu tertentu tadi), tergantung dari komposisi campuran kloroform dan air.
Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana sudut-sudutnya ditempati oleh komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen, dilakukan sebagai berikut. Pada salah satu sisinya ditentukan dengan dua titik yang menggambarkan jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini ditarik garis yang sejajar dengan sisi yang dihadapinya, titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan kadar masing-masing.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Erlenmeyer 250 ml
b. Buret
c. Statif dan klem
d. Gelas Ukur
e. Pipet tetes
f. Corong
g. Gelas Kimia
h. Pipet volume 25 ml
2. Bahan
a. Aquades
b. Asam asetat glasial
c. Kloroform
D. PROSEDUR KERJA
1. Dipipet 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, dan 45 ml asam asetat glasial ke setiap erlenmeyer.
2. Ditambahkan 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, dan 45 ml kloroform di setiap erlenmeyer.
3. Dititrasi dengan aquades hingga berubah warna menjadi keruh.
4. Dicatat volume aquades yang digunakan.
E. HASIL PENGAMATAN
 Titrasi larutan asam asetat glasial + larutan kloroform dengan aquadest
No
Volume asam asetat glasial + kloroform
Volume aquades
1
5 ml + 5 ml
3,5 ml
2
10 ml + 10 ml
4 ml
3
15 ml + 15 ml
6,5 ml
4
20 ml + 20 ml
7,5 ml
5
25 ml + 25 ml
8 ml
6
30 ml + 30 ml
10 ml
7
35 ml + 35 ml
11,5 ml
8
40 ml + 40 ml
15,5 ml
9
45 ml + 45 ml
16,5 ml

F. PEMBAHASAN
 Pada percobaan kali ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan metode titrasi. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu zat pelarut dan menggambarkan fase diagram tiga komponen. Kelarutan adalah suatu keadaan dimana suatu zat dlam suatu larutan tidak mencapai konsentrasi maksimum. Cairan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform (CHCl3) dan asam asetat glasial yang saling melarut dan kemudian dititrasi dengan aquades (H2O) yang tidak larut dengan campuran tersebut. Hal inilah yang disebut pencampuran tiga komponen.
 Titik akhir titrasi tersebut ditandai dengan tepat timbulnya kekeruhan pada larutan. Kekeruhan pada akhir titrasi terjadi karena air dapat campur seluruhnya dengan asam asetat, sedangkan kloroform dan air hanya campur sebagian. Campur sebagian antara air dan kloroform ini akan membentuk suatu lapisan yang menyebabkan timbulnya kekeruhan.
Dari percobaan yang dilakukan dapat dilihat bahwa volume aquades yang diperlukan seakin banyak seiring dengan volume zat asetat atau zat kloroform yang digunakan, maka semakin besar juga volume aquadest untuk melarutkan zat tersebut.  
G. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan aquades pada larutan asam asetat pekat dan kloroform pada komponen yang berbeda menyebabkan perubahan daya saling larut antara komponen-komponen larutan tersebut. Asam asetat dengan air dapat larut sempurna, sedangkan kloroform dengan air larut sebagian.
2. Fase diagram tiga komponen dapat digambarkan dalam fase bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner.
H. DAFTAR PUSTAKA
1) Alkins,P.W.2006.Kimia Fisika.Jakarta:Erlangga
2) Dorga,S.K.2009.Kimia Fisika dan Soal-soal.Jakarta:UI Press
3) http://chemistapolban.blogspot.com/2011/06/praktikum-kelarutan-zat-diagram-terner.html
Diakses 1 April 2015 pukul 15.43

LAMPIRAN
Zat A = Asam Asetat Glasial (CH3COOH)
Zat B = Aquades (H2O)
Zat C = Kloroform (CHCl3)
Massa Jenis dan Mr:
A = 1,05 gr/ml | 60 gr/mol
B = 1 gr/ml | 18 gr/mol
C = 1,47 ml | 119,5 gr/mol

1) Labu Erlenmeyer I
Mol:
 nA = 5 ml x 1,05 gr/ml
              60 gr/mol
      = 0,0875
nB = 3,5 ml x 1 gr/ml
             18 gr/mol
     = 0,1944
nC = 5 ml x 1,47 gr/ml
            119,5 gr/mol
     = 0,0615
Fraksi Mol:
XA =                  0,0875                    X 100%
         (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 25,48%
XB =                  0,1944                   X 100%
        (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 56,61%
XC =                  0,0615                   X 100%
        (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 17,91%
Kurva:



2) Labu erlenmeyer II
Mol:
 nA = 10 ml x 1,05 gr/ml
                60 gr/mol
      = 0,175
nB = 4 ml x 1 gr/ml
            18 gr/mol
     = 0,222
nC = 10 ml x 1,47 gr/ml
             119,5 gr/mol
     = 0,123
Fraksi Mol:
XA =                  0,0875                    X 100%
         (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 33,65%
XB =                  0,1944                   X 100%
        (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 42,7%
XC =                  0,0615                   X 100%
        (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 23,65%
Kurva:



3) Labu Erlenmeyer III
Mol:
 nA = 15 ml x 1,05 gr/ml
               60 gr/mol
      = 0,2625
nB = 6,5 ml x 1 gr/ml
             18 gr/mol
     = 0,3611
nC = 15 ml x 1,47 gr/ml
            119,5 gr/mol
     = 0,1845
Fraksi Mol:
XA =                  0,0875                    X 100%
         (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 32,48%
XB =                  0,1944                   X 100%
        (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 44,69%
XC =                  0,0615                   X 100%
        (0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
     = 22,83%
Kurva:



No comments: