Total Pageviews

Monday, October 19, 2015

Koreksi Sulfur dalam Penentuan Nilai Kalor Batubara



Koreksi Sulfur dalam Penentuan Nilai Kalor Batubara

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Menentukan kadar sulfur dalam sampel batubara
1.2 Menentukan koreksi sulfur pada nilai kalori batubara

II. DASAR TEORI
2.1 Pengertian sulfur dalam batubara
Sulfur adalah komponen dalam batubara, yang terdapat sebagai sulfur organik maupun anorganik. Umumnya komponen sulfur dalam batubara terdapat sebagai sulfur syngenetik yang erat hubungannya dengan proses fisika dan kimia selama proses penggambutan dan dapat juga sebagai sulfur epigenetik yang dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara akibat proses presipitasi kimia pada akhir proses pembatubaraan (Mackowsky, 1968).
Sulfur walaupun secara relatif kandungannya rendah, merupakan salah satu elemen penting pada batubara yang mempengaruhi kualitas. Terdapat berbagai cara terbentuknya sulfur dalam batubara, diantaranya adalah berasal dari pengaruh lapisan pengapit yang terendapkan dalam lingkungan laut, pengaruh air laut selama proses pengendapan tunbuhan, proses mikrobial dan perubahan pH (Casagrande et.al, 1987).
Pada lingkungan pengendapan batubara yang dipengaruhi oleh endapan laut akan menghasilkan batubara dengan kadar sulfur tinggi, sedangkan batubara yang terendapkan di lingkungan darat / air tawar umumnya didominasi oleh sulfur organik dengan persentase pirit yang rendah.
Dari hasil penelitian mengenai pembentukan dan keberadaan sulfur pada batubara dan gambut, Casagrande (1987) membuat beberapa kesimpulan, yaitu:
a. Secara umum batubara bersulfur rendah (<1%) mengandung lebih banyak sulfur organik daripada piritik. Sebaliknya batubara dengan kandungan sulfur tinggi mengandung lebih banyak sulfur piritik daripada organik.
b. Batubara bersulfur tinggi biasanya berasosiasidengan batuan penutupyang berasal dari lingkungan laut.
c. Kandungan sulfur pada batubara umumnya paling tinggi pada bagian roof dan pada bagian floor lapisan batubara.
2.2 Reaksi Asam-Basa
Reaksi asam basa ialah reaksi kimia yang terjadi antara asam dan basa. Reaksi antara satu buah ion H+ dan satu buah ion OH- akan membentuk satu buah molekul air (H20) yang bersifat netral, sehingga reaksi ini juga disebut reaksi penetralan. Jika garam yang terbentuk mudah larut dalam air maka ion-ion akan tetap dalam larutan, tetapi jika garam tersebut sukar larut maka senyawa itu akan mengendap.
Sulfur apabila dibakar akan menghasilkan oksida sulfur: S + O2 → SO2
Senyawa ini dapat bereaksi dengan uap air di udara sehingga membentuk H2SO4 (asam sulfat):
SO2 + O2 → SO3 + H20 → H2SO4
Ketika dititrasi dengan natrium benzoat, senyawa ini akan berubah menjadi natrium sulfat, air dan karbondioksida.
Na2CO3 + H2SO4 → Na2SO4 + H20 + CO2
Reaksi diatas sebenarnya menghasilkan H2CO3 akan tetapi segera terurai menjadi H20 dan CO2 (Anonim, 2011).
2.3 Indikator Metil Merah (MM)
Metil merah adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C15H15N3O2. Senyawa ini banyak dipakai untuk indikator titrasi asam basa. Indikator ini berwarna merah pada pH dibawah 4,4 dan berwarna kuning diatas 6,2. Larutan metil merah dan metil jingga dapat membedakan antara larutan asam dengan larutan netral. Larutan asam yang dititrasi metil merah akan berwarna merah, sedangkan larutan netral berwarna kuning. Akan tetapi, metil merah juga akan menyebabkan larutan basa berwarna kuning (Brady, 1999).
2.4 Penentuan Nilai Total Sulfur
Berdasarkan definisi ISO, sulfur yang terdapat di dalam batubara untuk keperluan analisis ada 3, yaitu sulfate sulfur, pyritic sulfur, dan organic sulfur. Pada saat pembakaran batubara di boiler, sulfur yang terdapat dalam batubara akan berubah menjadi SO2 dan SO3 yang mencemari udara. Selain itu, sulfur tersebut juga menimbulkan korosi pada permukaan pemanas boiler. Oleh karena itu, total sulfur pada steam coal diharapkan tidak lebih dari 1%.
Total sulfur atau kandungan sulfur digunakan untuk mengetahui kandungan total belerang yang terdapat pada batubara dengan membakar sampel batubara pada suhu tinggi (1350°C) atau disebut High Temperatur Method, yang dinyatakan dalam %, dan dasar pelaporan dalam kondisi bebas air permukaan / adb (Hanafih, 2005).
2.5 Standar Nilai Sulfur pada Batubara
Sulfur digunakan dalam menghitung atau memprediksi emisi gas SOx yang akan dihasilkan. Gas SOx adalah gas polutan yang akan berdampak buruk bagi lingkungan. Kadar sulfur yang tinggi sangat tidak diinginkan oleh para pengguna batubara karena selain emisi yang dihasilkan akan tinggi juga karena sifat dari gas tersebut yang korosif. Sulfur dalam batubara dapat berbentuk senyawa organik atau anorganik seperti pirit, markasit, dan sulfat. Kadar sulfur dalam batubara cukup bervariasi, biasanya 0,5-5,0% (Speight, 1994).

III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
3.1.1 Buret 25 bml 1 buah
3.1.2 Erlenmeyer 100 ml 1 buah
3.1.3 Corong 1 buah
3.1.4 Pipet ukur 10 ml 1 buah
3.1.5 Pipet tetes 1 buah
3.1.6 Gelas Beaker 1 buah
3.2 Bahan
3.2.1 Aquades
3.2.2 Air cucian batubara
3.2.3 Na2CO3 0,0725 N
3.2.4 Indikator Metil Merah (MM)
3.2.5 Kertas saring

IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Disaring air cucian batubara kedalam gelas beaker.
4.2 Diukur volumenya, diencerkan sampai 50 ml.
4.3 Dipipet kedalam erlenmeyer, kemudian ditetesi indikator MM.
4.4 Diamati perubahan warnanya. Jika kuning maka titrasi tidak dikerjakan. Jika merah maka dititrasi dengan Na2CO3 hingga berwarna kuning.
4.5 Dilakukan percobaan selama beberapa kali, kemudian dicatat volume rata-rata Na2CO3 yang digunakan.

V. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
5.1 Data Pengamatan
No
Pengamatan
Hasil
1
Penyulingan air cucian batubara
10 ml
2
Penetesan indikator MM
1 tetes
3
Titrasi dengan Na2CO3 0,0725 N
25 ml
4
V Na2CO3
V1 = 1,5 ml
V2 = 1,1 ml
V3 = 1 ml
V4 = 0,9 ml
Vrata-rata = 0,875 ml

5.2 Perhitungan
5.2.1 Menghitung kadar S dalam sampel batubara
H2SO4 → 2H+ + SO4-2           N = M x Val Na2CO3
Na2CO3 → 2Na+ + CO3-2   M = Valensi : 2
                                                   = 0,0725 N : 2 = 0,03625 N
m grek asam = m grek basa
m grek H2SO4 = m grek Na2CO3
M . V . Valensi H2SO4 = M . V . Valensi Na2CO3
M . V . 2  = M . V . 2
M H2SO4 = 0,03625 N x 0,875 ml = 0,0031 N
                                         10 ml
Faktor pengenceran adalah 5, sebab dari 10 ml air cucian batubara diencerkan hingga 50 ml.
massa S = 32 x M H2SO4 x V lar x Fp
                                            1000
                    = 32 x 0,0031 x 10 x 5
                                       1000
massa sulfur = 0,005 gr
massa sampel = 1 gr
%S = massa sulfur    X 100%
         massa sampel
       = 0,005 gr X 100%  = 0,5%
              1 gr
Jika  > 0,1% maka dapat dilanjutkan dengan titrasi
Jika < 0,1% tidak dilanjutkan karena berbentuk endapan
5.2.2 Koreksi sulfur pada penentuan CV batubara
koreksi sulfur = 13,875 kkal/g x massa S
                              = 13,875 kkal/g x 0,0050 gr
                              = 0,00694 kkal = 69,4 kal
nilai CV asli setelah koreksi sulfur
Qb = 21,937 MJ/Kg | 106 J/1 MJ | 1 kg/103 g
       = 21937 J/g
CV asli = CV hasil - koreksi sulfur
             = (21937 J/g | 0,239 kal/J) - 69,4 kal
             = (5242,943 kal/g x 1 gr) - 69,4 kal
             = 5242,943 kal - 69,4 kal
             = 5173,543 kal = 5,173543 kkal

VI. PEMBAHASAN
6.1 Koreksi sulfur
Sulfur harus dikoreksi nilainya sebab dapat mempengaruhi kualitas batubara. Menurut Harijanto (2013), Indonesia memiliki sumber daya batubara yang cukup banyak dengan kandungan air tinggi, nilai kalori rendah serta kandungan abu dan sulfur yang rendah. Namun, sebagian dari industri batubara memiliki batubara berkualitas rendah dengan kandungan sulfur dan abu yang tinggi sehingga tak ramah lingkungan, seperti yang ditemukan di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan.
6.2 Alasan koreksi sulfur
Apabila dalam pengujian ada tahap yang terlewatkan atau tidak dilakukan, maka analisis yang didapat hasilnya tidak akan maksimum. Hal ini dapat menyebabkan anomali di data sehingg data yang didapatkan kurang valid. Faktor koreksi sulfur hanya digunakan jika perhitungan nilai kalori dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter (Sanwani dkk, 1998), sebab perhitungan dilakukan secara manual. Oleh karena itu, untuk memperkecil kesalahan yang mungkin timbul maka diperlukan suatu faktor koreksi dalam perhitungan nilai kalori tersebut.
6.3 Proses/reaksi sulfur dalam batubara
Sebagai salah satu parameter kualitas batubara, sulfur menjadi perhatian dari banyak pihak. Kandungan sulfur dalam batubara apabila dibakar akan berubah menjadi oksida sulfur: S + O2 → SO2 (SUGANAL, 2000).
Senyawa ini dapat bereaksi dengan uap air di udara sehingga membentuk H2SO4 (asam sulfat):
SO2 + O2 → SO3 + H20 → H2SO4
Bila asam tersebut terkondensasi di udara dan kemudian jatuh bersama-sama air hujan, maka terjadilah hujan asam. Pelepasan oksida sulfur dari pembakaran batubara dapat menimbulkan hujan asam sampai sejauh ratusan kilometer (MUKHLIS, 2000).
Ketika dititrasi dengan natrium benzoat, senyawa ini akan berubah menjadi natrium sulfat, air dan karbondioksida.
Na2CO3 + H2SO4 → Na2SO4 + H20 + CO2
Reaksi diatas sebenarnya menghasilkan H2CO3 akan tetapi segera terurai menjadi H20 dan CO2.
6.4 Hasil dari analisis termasuk tinggi atau rendah menurut standar SNI/ASTM
Menurut standar ASTM, hasil dari analisis termasuk rendah dengan kadar sulfur sebesar 0,5%  dan termasuk klasifikasi batubara umum dengan nilai kalori sebesar 21,937 MJ/Kg dalam jenis batubara sub bituminuos C.
6.5 Dampak sulfur terhadap nilai kalori batubara
Jika kandungan sulfur pada batubara sedikit dan nilai kalorinya tinggi maka termasuk sub bituminuos C yang merupakan batubara kualitas sedang. Semakin tinggi nilai kalori, makin lambat jalannya batubara yang diumpankan sebagai bahan bakar setiap jamnya. Sehingga kecepatan umpan batubara perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas yang diperlukan dalam proses industri. Usaha pengurangan kadar sulfur pada batubara, selain menghilangkan unsur pencemar, juga merupakan usaha menaikkan nilai kalori batubara itu sehingga dapat memberikan nilai tambah yang mirip dengan kualitas batubara yang tinggi.

VII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan didapat kadar sulfur dalam sampel batubara sebesar 0,5% dan koreksi sulfur pada nilai kalori batubara adalah 0,0694 kkal.

VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. esterification. (Online). Diakses 27 September 2015 (http://www.chemguide.co.uk)
Brady and Weil, 1999. The nature and properties of soils. Prentice Hall NJ.
Casagrande et al, 1987. Sulphur in peat-forming systems of Okefenokee Swamp and Florida Everglades: origin of sulphur in coal. Geochimica et Cosmochimica Aeta, 41. 161-167.
Hanafih, 2005. Kajian Perubahan Kualitas Batubara dari Front Penambangan ke Daerah Stockpile di Tambang Air Laya. PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk Tanjung Enim Sumatera Selatan. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.
Harijanto, 2013. Ilmuwan LIPI Ciptakan Teknologi Batubara Ramah Lingkungan. (Online) diakses 27 September 2015 (http://m.beritasatu.com).
Mackowsky, 1968. Mineral matter in coal. In: Munchison, Westall, T (Eds) Coal and coal-bearing Strata. American Elsevier New York. 309-311.
MUKHLIS, 2000. Dari Polutan ke Gipsum. Jakarta: Majalah Energi.
Sanwani, dkk. 1998. Pencucian Batubara dalam Teknik Pertambangan. ITB Bandung.
Speight, 1994. The Chemistry and Technology of Coal. Second Edition. Hlm 605.
SUGANAL, 2000. Pengaruh Kadar Sulfur Batubara Indonesia terhadap Emisi SO2 pada Pembakaran Pulverized Coal untuk PLTU. Prosiding Seminar Nasional Kimia VIII Jurusan Kimia FMIFA UGM Yogyakarta.

No comments: