KELARUTAN
ZAT (DIAGRAM TERNER)
A. TUJUAN
1. Menentukan kelarutan suatu zat
dalam suatu zat pelarut;
2. Menggambarkan fase diagram tiga
komponen;
3. Menerapkan dalam menentukan
komposisi kadar minyak pengering dalam zat.
B. DASAR TEORI
Sistem tiga komponen aturan fase
menghasilkan v = 5 - P. Bila terdapat suatu fase, maka v = 4, oleh karenanya
penggambaran secara geometrik yang lengkap memerlukan ruang berdimensi empat.
Bila tekanan tetap, maka v = 3 - P dan sistem dapat digambarkan dalam ruang
tiga dimensi: P = 1 V = 2. Bivarian, P = 2, V = 1. Univarian; P = 3 V = 0,
invariant.
Suatu sistem tiga komponen
mempunyai dua perubahan komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3, jadi
komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes
dengan X2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi
oleh garis X2 + X3 = 1. Karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen,
biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap
sudutnya menggambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi,
jumlah jarak dari seberang titik didalam segitiga ketiga sisinya sama dengan
tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang
berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk
memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi
segitiga.
Zat cair yang hanya sebagian larut
dalam zat cair lainnya, dapat dinaikkan kelarutannya dengan menambahkan suatu
zat cair yang berlainan dengan kedua zat cair yang lebih dahulu dicampurkan.
Bila zat cair yang ketiga ini hanya larut dalam salah satu zat cair yang
terdahulu, maka biasanya kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu itu akan
menjadi lebih kecil. Tetapi bila zat cair yang ketiga larut dalam salah satu
zat cair yang terdahulu, maka kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu akan
menjadi lebih besar. Gejala ini dapat terlihat pada sistem kloroform-asam
asetat-air. Bila asam asetat ditambahkan kedalam suatu campuran heterogen dari
kloroform dan air pada suhu tertentu, kelarutan dari kloroform dalam air itu
akan bertambah, sehingga pada suatu ketika akan menjadi homogen. Jumlah asam
asetat yang ditambahkan untuk mencapai titik homogen (pada suhu tertentu tadi),
tergantung dari komposisi campuran kloroform dan air.
Diagram tiga sudut atau diagram
segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana sudut-sudutnya ditempati oleh
komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100%
zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam
diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen,
dilakukan sebagai berikut. Pada salah satu sisinya ditentukan dengan dua titik
yang menggambarkan jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut
pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini ditarik garis yang sejajar dengan
sisi yang dihadapinya, titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan
kadar masing-masing.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Erlenmeyer 250 ml
b. Buret
c. Statif dan klem
d. Gelas Ukur
e. Pipet tetes
f. Corong
g. Gelas Kimia
h. Pipet volume 25 ml
2. Bahan
a. Aquades
b. Asam asetat glasial
c. Kloroform
D. PROSEDUR KERJA
1. Dipipet 5, 10, 15, 20, 25, 30,
35, 40, dan 45 ml asam asetat glasial ke setiap erlenmeyer.
2. Ditambahkan 5, 10, 15, 20, 25,
30, 35, 40, dan 45 ml kloroform di setiap erlenmeyer.
3. Dititrasi dengan aquades hingga
berubah warna menjadi keruh.
4. Dicatat volume aquades yang
digunakan.
E. HASIL PENGAMATAN
Titrasi larutan asam asetat glasial + larutan
kloroform dengan aquadest
No
|
Volume asam asetat glasial + kloroform
|
Volume aquades
|
1
|
5 ml + 5 ml
|
3,5 ml
|
2
|
10 ml + 10 ml
|
4 ml
|
3
|
15 ml + 15 ml
|
6,5 ml
|
4
|
20 ml + 20 ml
|
7,5 ml
|
5
|
25 ml + 25 ml
|
8 ml
|
6
|
30 ml + 30 ml
|
10 ml
|
7
|
35 ml + 35 ml
|
11,5 ml
|
8
|
40 ml + 40 ml
|
15,5 ml
|
9
|
45 ml + 45 ml
|
16,5 ml
|
F. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan percobaan
mengenai diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan metode titrasi.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu zat
pelarut dan menggambarkan fase diagram tiga komponen. Kelarutan adalah suatu
keadaan dimana suatu zat dlam suatu larutan tidak mencapai konsentrasi
maksimum. Cairan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform (CHCl3)
dan asam asetat glasial yang saling melarut dan kemudian dititrasi dengan
aquades (H2O) yang tidak larut dengan campuran tersebut. Hal inilah yang
disebut pencampuran tiga komponen.
Titik
akhir titrasi tersebut ditandai dengan tepat timbulnya kekeruhan pada larutan. Kekeruhan pada akhir
titrasi terjadi karena air dapat campur seluruhnya dengan asam asetat,
sedangkan kloroform dan air hanya campur sebagian. Campur sebagian antara air
dan kloroform ini akan membentuk suatu lapisan yang menyebabkan timbulnya
kekeruhan.
Dari percobaan yang
dilakukan dapat dilihat bahwa volume aquades yang diperlukan seakin banyak
seiring dengan volume zat asetat atau zat kloroform yang digunakan, maka
semakin besar juga volume aquadest untuk melarutkan zat tersebut.
G. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan aquades pada larutan
asam asetat pekat dan kloroform pada komponen yang berbeda menyebabkan
perubahan daya saling larut antara komponen-komponen larutan tersebut. Asam
asetat dengan air dapat larut sempurna, sedangkan kloroform dengan air larut
sebagian.
2. Fase diagram tiga komponen
dapat digambarkan dalam fase bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang
disebut diagram terner.
H. DAFTAR PUSTAKA
1) Alkins,P.W.2006.Kimia
Fisika.Jakarta:Erlangga
2) Dorga,S.K.2009.Kimia Fisika dan
Soal-soal.Jakarta:UI Press
3)
http://chemistapolban.blogspot.com/2011/06/praktikum-kelarutan-zat-diagram-terner.html
Diakses 1 April 2015 pukul 15.43
LAMPIRAN
Zat A = Asam Asetat Glasial
(CH3COOH)
Zat B = Aquades (H2O)
Zat C = Kloroform (CHCl3)
Massa Jenis dan Mr:
A = 1,05 gr/ml | 60 gr/mol
B = 1 gr/ml | 18 gr/mol
C = 1,47 ml | 119,5 gr/mol
1) Labu Erlenmeyer I
Mol:
nA = 5 ml x 1,05 gr/ml
60 gr/mol
= 0,0875
nB = 3,5 ml x 1 gr/ml
18 gr/mol
= 0,1944
nC = 5 ml x 1,47 gr/ml
119,5 gr/mol
= 0,0615
Fraksi Mol:
XA = 0,0875 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 25,48%
XB = 0,1944 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 56,61%
XC = 0,0615 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 17,91%
Kurva:
2) Labu erlenmeyer II
Mol:
nA = 10 ml x 1,05 gr/ml
60 gr/mol
= 0,175
nB = 4 ml x 1 gr/ml
18 gr/mol
= 0,222
nC = 10 ml x 1,47 gr/ml
119,5 gr/mol
= 0,123
Fraksi Mol:
XA = 0,0875 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 33,65%
XB = 0,1944 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 42,7%
XC = 0,0615 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 23,65%
Kurva:
3) Labu Erlenmeyer III
Mol:
nA = 15 ml x 1,05 gr/ml
60 gr/mol
= 0,2625
nB = 6,5 ml x 1 gr/ml
18 gr/mol
= 0,3611
nC = 15 ml x 1,47 gr/ml
119,5 gr/mol
= 0,1845
Fraksi Mol:
XA = 0,0875 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 32,48%
XB = 0,1944 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 44,69%
XC = 0,0615 X 100%
(0,0875 + 0,1944 + 0,0615)
= 22,83%
Kurva:
No comments:
Post a Comment