KOAGULASI DAN FLOKULASI
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui dosis optimum koagulan tawas terhadap kualitas air limbah
tahu.
II. DASAR TEORI
2.1 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid
padatan bersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. Sehingga
akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan proses pengikatan partikel
koloid. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses
koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah
aluminium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya
merupakan pengelompokan / aglomerasi antara partikel dengan koagulan
(menggunakan proses pengadukan lambat atau slow mixing), proses pengikatan
partikel koloid oleh flokulan. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan
beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran
besar akan mudah diendapkan. Agar partikel koloid dapat menggumpal, gaya
tolak-menolak elektrostatik antara partikelnya harus dikurangi dan transportasi
partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang mengalami
destabilisasi.
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk
menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Pada
proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam
suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan cepat agar diperoleh
campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan
gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Koagulasi dan flokulasi
diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid.
Koloid merupakan partikel-partikel berdiameter sekitar 1 nm (10-7
cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). Partikel-partikel ini tidak dapat
mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan
proses perlakuan fisika biasa. (Thahir dan Arifin, 2014)
2.2 Tawas
Tawas atau aluminium sulfat (Al2(SO4)3.16H2O) yang diperoleh dari hasil
reaksi Al(OH)3 dengan H2SO4. Tawas merupakan senyawa dari aluminium yang banyak
digunakan untuk menjernihkan air pada pengolahan air minum. Pada proses
pemurnian / penjernihan air, tawas berfungsi sebagai koagulan yang dapat
mengikat bahan pencemar yang dikandungnya, kemudian terpisah menjadi endapan.
Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia
yang disebut flokulan. Pada umumnya Al(SO4)3 dapat digunakan sebagai flokulan.
Sifat fisika tawas:
a. Rumus kimia : Al2(SO4)3
b. Berat molekul : 342,14
c. Berat jenis : 1,61 gr/ml
d. Titik didih : 260 °C
Sifat kimia tawas:
a. Al2(SO4)3 bersifat asam
b. Al2(SO4)3 dapat mengendap dalam suasana basa pada penambahan NH4OH
c. Al2(SO4)3 + NH4OH → (NH4)2SO4 + Al(OH)3
d. Al2(SO4)3 dapat larut dalam air (SNI, 1999)
2.3 Metode Jar Test
Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimum dari koagulan yang digunakan
dalam proses pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat,
informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimalkan proses-proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan. Jar test
memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter proses
seperti:
a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu
b. pH
c. Metode pembubuhan bahan kimia
d. Kecepatan larutan kimia
e. Waktu penjernihan
Untuk jar test, penetapan standarisasi dan prosedur tetap merupakan
syarat untuk mendapat hasil-hasil yang benar. Terpisah dari parameter-parameter
proses yang disebutkan diatas, variabel-variabel berikut juga harus dimonitor
dan dikontrol yaitu;
a. Temperatur air didalam gelas beaker Jar Test
b. Warna dan kekeruhan air baku yang telah diolah atau air olahan
c. Metode pengeluaran contoh air (sampel air)
d. Peralatan percobaan laboratorium dan prosedur analisis laboratorium
(Rifa'i. J, 2007)
2.4 Baku Mutu Kualitas Air Limbah Tahu
Industri tahu merupakan industri kecil yang banyak tersebar di
kota-kota besar dan kecil. Tahu merupakan makanan yang digemari banyak orang.
Akibat dari banyaknya industri tahu, maka limbah hasil proses pengolahan banyak
membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu mempunyai kadar
BOD sekitar 5.000 - 10.000 mg/l, COD sekitar 7.000 - 10.000 mg/l, serta
mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti disebut diatas,
air limbah industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang
sangat potensial. Berikut karakteristik awal limbah cair industri tahu:
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Baku Mutu*
|
1
|
BOD
|
mg/l
|
150
|
2
|
COD
|
300
|
|
3
|
TSS
|
400
|
|
4
|
pH
|
|
6-9
|
Keterangan: *KepMenLH No 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair
Industri
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
3.1.1 Bulp 1 buah
3.1.2 Beaker glass 100 ml 1 buah
3.1.3 Beaker glass 500 ml 6 buah
3.1.4 Magnetic stirrer 2 buah
3.1.5 pH meter 1 buah
3.1.6 Pipet volume 10 ml 1 buah
3.1.7 Spatula 1 buah
3.1.8 Stirrer 1 buah
3.1.9 Konduktimeter 1 buah
3.1.10 Penggaris 1 buah
3.2 Bahan
3.2.1 Air limbah tahu 5L
3.2.2 Tawas 20 ml
IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Disiapkan enam buah gelas beker 500 ml lalu diisi masing-masing
dengan air limbah tahu sebanyak 500 ml.
4.2 Diletakkan beker 1 sebagai pembanding diatas stirrer lalu
dimasukkan magnetic stirrer kedalam beker tersebut.
4.3 Dilakukan pengadukan cepat (flash mixing) dengan kecepatan sebesar
600 rpm selama 1 menit.
4.4 Diamati dan dicatat saat flok pertama kali terbentuk.
4.5 Dilanjutkan pengadukan lambat (slow mixing) dengan kecepatan
diturunkan menjadi 80 rpm selama 15 menit.
4.6 Dilakukan pengamatan kecepatan pengendapan serta dicatat waktu
total flok mengendap.
4.7 Diberi tambahan koagulan berupa tawas untuk beker 2 sampai beker 6
masing-masing 2 ml, 3ml, 4ml, 5 ml dan 6 ml dengan prosedur yang sama dengan
beker 1.
4.8 Diperiksa pH, suhu, TDS dan konduktivitas masing-masing beker
menggunakan alat pH meter dan konduktimeter.
4.9 Dihitung konsentrasi tawas yang digunakan, ukuran flok dan laju
pengendapan dari masing-masing beker serta diamati warnanya.
V. DATA PENGAMATAN
5.1 DATA PENGAMATAN PRAKTIKUM ANALISIS LIMBAH
JOB : KOAGULASI DAN FLOKULASI
Sampel : Air tahu
Lokasi : Jln. Tanah Periuk Gang Bersama
Volume Sampel : 5 Liter
Warna : Putih kekuningan
T : 29,5 °C
pH : 3,66
No
|
PARAMETER
|
BEAKER
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||
1
|
Chemical (mg/l)
|
0
|
40
|
60
|
80
|
100
|
120
|
Tawas (ppm)
|
|||||||
2
|
Kecepatan flash mix
(rpm)
|
600
|
|||||
3
|
Waktu flash mix
(menit)
|
1
|
|||||
4
|
Kecepatan slow mix
(rpm)
|
80
|
|||||
5
|
Waktu slow mix
(menit)
|
15
|
|||||
6
|
Temperatur (°C)
|
29,5
|
|||||
7
|
Waktu terbentuk
flok pertama kali (menit)
|
16,028
|
9,85
|
6,85
|
3,01
|
2,48
|
0,43
|
8
|
Waktu total flok
mengendap (menit)
|
18,028
|
39,03
|
28,73
|
26,43
|
24,30
|
22,07
|
9
|
Ukuran flok (cc)
|
3,50
|
23,55
|
25,905
|
31,40
|
33,755
|
36,11
|
10
|
Laju pengendapan
(cc/menit)
|
-
|
0,603
|
0,9016
|
1,188
|
1,389
|
1,636
|
11
|
Konduktivitas (mS)
|
1,372
|
|||||
12
|
Warna
|
Putih kekuningan
|
|||||
13
|
pH
|
3,66
|
|||||
14
|
TDS sebelum
|
1372
|
|||||
15
|
TDS sesudah
|
1388
|
1396
|
1402
|
1405
|
1407
|
1418
|
16
|
Konduktivitas sesudah
|
1,388
|
1,396
|
1,402
|
1,405
|
1,407
|
1,418
|
17
|
pH sesudah
|
3,67
|
3,60
|
3,57
|
3,57
|
3,56
|
3,55
|
18
|
T sesudah (°C)
|
29
|
29,2
|
29,1
|
29,1
|
28,8
|
28,9
|
5.2 Perhitungan
5.2.1 Beaker 2
a. Al2(SO4)3 = 10 gr/L
C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 2 ml = C2 x 500 ml
C2 = 20 gr / 500 L = 0,04 gr/L
=
40 mg/L = 40 ppm
b. Ukuran flok
h = 0,3 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
= 1/4 x 3,14 x (10)2
cm x 0,3 cm
= 23,55 cm3
c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
= 23,55 cm3 / 39,03 menit
= 0,603 cc/menit
5.2.2 Beaker 3
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 3 ml = C2 x 500 ml
C2 = 30 gr / 500 L = 0,06 gr/L
=
60 mg/L = 60 ppm
b. Ukuran flok
h = 0,33 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
= 1/4 x 3,14 x (10)2
cm x 0,33 cm
= 25,905 cm3
c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
= 25,905 cm3
/ 28,73 menit
= 0,9016 cc/menit
5.2.3 Beaker 4
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 4 ml = C2 x 500 ml
C2 = 40 gr / 500 L = 0,08 gr/L
=
80 mg/L = 80 ppm
b. Ukuran flok
h = 0,40 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
= 1/4 x 3,14 x (10)2
cm x 0,40 cm
= 31,40 cm3
c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
= 31,40 cm3 /
26,43 menit
= 1,188
cc/menit
5.2.4 Beaker 5
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 5 ml = C2 x 500 ml
C2 = 50 gr / 500 L = 0,1 gr/L
= 100 mg/L = 100 ppm
b. Ukuran flok
h = 0,43 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
= 1/4 x 3,14 x (10)2
cm x 0,43 cm
= 33,755 cm3
c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
= 33,755 cm3
/ 24,30 menit
= 1,389 cc/menit
5.2.5 Beaker 6
a. C1 x V1 = C2 x V2
10 gr/L x 6 ml = C2 x 500 ml
C2 = 60 gr / 500 L = 0,12 gr/L
= 120 mg/L = 120 ppm
b. Ukuran flok
h = 0,46 cm
d = 10 cm
V = 1/4 x π x (d)2 x h
= 1/4 x 3,14 x (10)2
cm x 0,46 cm
= 36,11 cm3
c. Laju pengendapan
Laju pengendapan = cc / menit
= 36,11 cm3 / 22,07
menit
= 1,636 cc/menit
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan “Koagulasi dan Flokulasi” dengan
sampel air limbah tahu. Koagulan yang ditambah berupa tawas dengan variasi
konsentrasi masing-masing 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml dan 6 ml untuk beaker 2, 3, 4,
5 dan 6. Beaker 1 tidak diberi tambahan tawas karena digunakan sebagai
pembanding. Masing-masing beker dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan 600
rpm selama 1 menit kemudian dilanjutkan pengadukan lambat dengan kecepatan 80
rpm selama 15 menit.
Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Tujuan pengadukan lambat adalah
untuk menggabungkan partikel koloid menjadi flok berukuran besar yang mudah
diendapkan. Setelah proses pengadukan cepat selesai, diamati dan dicatat saat
flok pertama kali terbentuk. Saat proses pengadukan lambat selesai, diamati
kecepatan pengendapan dan dicatat waktu total flok yang mengendap. Flok yang
telah mengendap diukur ketinggiannya dengan penggaris. Kemudian diperiksa ph,
suhu, TDS dan konduktivitas dari masing-masing beaker dengan alat pH meter dan
konduktimeter.
Konsentrasi pH merupakan salah satu parameter penting dari kualitas air
limbah. Air limbah dengan pH yang rendah atau tinggi akan sukar diolah secara
biologis. Dan apabila keadaan tersebut tidak berubah maka dapat mengganggu
ekosistem dalam lingkungan. pH untuk masing-masing beker memiliki nilai yang
berbeda-beda. pH yang didapat cenderung asam dikarenakan pengaruh tawas. Tawas
apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan senyawa H2SO4 yang menurunkan pH
air.
Suhu untuk masing-masing beker mengalami penurunan. Turunnya suhu akan
menimbulkan akibat menaiknya jumlah oksigen terlarut dalam air, mengurangi
kecepatan reaksi kimia sehingga tidak mengganggu kehidupan ikan dan biota air
lainnya.
Nilai TDS mengalami kenaikan untuk masing-masing perlakuan. TDS
merupakan parameter fisik kualitas baku dan merupakan ukuran zat terlarut yang
terdapat pada sebuah larutan. Kandungan TDS dapat bertambah buruk pada
lingkungan, terutama dapat menghambat respon air dalam tanah dengan cara
menutupi pori-pori.
Nilai konduktivitas juga mengalami kenaikan untuk masing-masing
perlakuan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin
meningkatnya konsentrasi didalam suatu larutan, maka nilai konduktivitasnya
akan meningkat pula. Diantara ke-6 sampel diatas, yang memiliki dosis koagulan
yang paling optimal adalah beaker 4 dengan laju pengendapan 1,188 cc/menit.
VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dosis optimum koagulan tawas
terhadap kualitas air limbah tahu adalah 80 ppm.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, 1995. Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri. Jakarta : KEP-51/MENLH/10:1995.
Rifai, J. 2007. Pemeriksaan Kualitas Air Bersih Dengan Koagulan Alum
dan PAC di IPA Jurug PDAM Kota Surabaya. Connecting Repositories.Hal 5-57.
Standar Nasional Indonesia. 1999. Aluminium Sulfat Cair. SNI
06-4367-1999.
Thahir, R dan Arifin Z. 2014. Modul Ajar Praktikum Analisis Limbah.
Samarinda : Politeknik Negeri Samarinda.
No comments:
Post a Comment